Opini

Urgensi Perkaderan di Muhammadiyah Kota Kediri

Perkaderan merupakan substansi dari Muhammadiyah, bagaimana kemudian perkaderan bisa berjalan maka proses perkaderan harus dijalankan dengan sebaik mungkin. Internalisasi ideologi bagian dari perkaderan yang tidak instan merupakan proses mutlak yang harus dijalani dengan telaten oleh Muhammadiyah, termasuk Muhammadiyah Kota kediri, agar nantinya mampu melahirkan gernerasi penerus yang militan.

4 Pilar Perkaderan Muhammadiyah

1. Keluarga

Dalam ilmu sosiologi, keluarga adalah kelompok sosial pertama kali dari seorang individu. Keluarga merupakan sarana internalisasi ideologi Muhammadiyah yang pertama kali dijumpai individu dalam hidupnya. Kenneth P. Langton menyatakan bahwa dalam keluarga seorang anak belajar memahami perannya dalam keluarga. Selain juga belajar mengerti status-status dalam keluarganya. Misalnya seorang anak belajar tentang peran dan melihat ayahnya sebagai Ketua atau pimpinan Muhammadiyah dan ibunya sebagai ketua atau pimpinan Aisyiyah.

Keluarga menjadi basis utama perkaderan, dimana keluarga memiliki peran utama dalam mengantarkan putra-putrinya untuk menumbuhkan kecintaan terhadap Muhammadiyah.
Kader yang lahir dari orang tua Muhammadiyah baik Ayah saja, Ibu saja atau keduanya disebut dengan kader Biologis.

Pertanyaanya adalah “Apakah putra putri Bapak Muhammadiyah dan Ibu Aisyiyah sudah menghidupi Muhammadiyah dengan aktif di ortom Muhammadiyah?”

2. Ortom Muhammadiyah

Pemuda Muhammadiyah, HW, Tapak Suci, IMM, IPM, Aisyiyah yang sering disebut sebagai ortom istimewa Muhammadiyah, dan tak patut dilupakan Nasyiatul Aisyiyah juga sebagai ortom dari Muhammadiyah. Mereka adalah bagian integral dari Muhammadiyah yang tidak bisa dipisahkan, namun memiliki corak gerakan yang berbeda. Terutama AMM dengan berbagai lahan garapan, AD/ART serta aturan-aturan organisasi yang berbeda, namun kembali lagi pada tujuan AMM yang serentak menyebutkan sebagai generasi penerus Muhammadiyah, sebagai tombak kepemimpinan selanjutnya.

Pertanyaanya, “Apakah Ortom sudah cukup besar dan berkembang pesat? Kalau belum, kenapa”

3. Amal Usaha Muhammadiyah

Terdapat ribuan sekolah, ratusan perguruan tinggi, ratusan rumah sakit, ratusan rumah pengasuhan anak, maupun ratusan lembaga keuangan yang dikelola secara islami menjadi Baitul Tanwil wal Maal (BTM) dan usaha menengah, kecil, dan mikro (UMKM) yang dikelola oleh Muhammadiyah termasuk di dalamnya ‘Aisyiyah yang diberikan wewenang mengelola amal usaha yang sama.

Di samping memiliki ratusan ribu siswa/mahasiswa yang dipersiapkan sebagai kader, ada pula karyawan seperti pendidik dan tenaga pendidik, ribuan tenaga kesehatan baik yang medis maupun non medis, warga LKSA maupun tenaga pekerja sosial di pusat layanan anak baik yang profesional maupun relawan, karyawan dan tenaga ahli di BTM dan UMKM, maupun layanan lain.

Semuanya adalah modal besar perkaderan Muhammadiyah/’Aisyiyah. Jika dikelola dengan baik menggunakan sistem perkaderan yang terus dikembangkan sesuai dengan kondisi termutakhir, maka potensi SDM untuk cadangan menggerakkan persyarikatan selanjutnya tak jadi masalah.

Ayahanda KH. AR. Fakhruddin mengatakan keberadaan amal usaha Muhammadiyah juga sebagai media dakwah juga sarana pengkaderan.

Pertanyaanya, “Apakah AUM hanya digunakan individu sebagai lahan untuk mencari nafkah semata?”

4. Persyarikatan Muhammadiyah

Muhammadiyah tanpa gerakan akar rumput bukanlah apa-apa. Bagaimana peran ranting-ranting dan warga simpatisan Muhammadiyah bisa di rasakan dalam setiap penggalangan dana. Bukan kaleng-kaleng Lazismu Jawa Tengah memperoleh 1,96 milyar dana tanggap bencana di bulan januari 2021. Selanjutnya beranjak ke Jawa Timur yang menyumbangkan 1,7 Milyar untuk Palestina. Sesuai data penghimpunan donasi Lazismu Jawa Timur per 3 Juni 2021, Lazismu Kabupaten Lamongan menjadi penyumbang tertinggi dengan perolehan sebesar Rp 1.709.086.600, disusul Gresik Rp 896.942.355, dan Sidoarjo Rp 775.300.600. Sehingga total keseluruhan mencapai Rp 9.297.761.986.

Dana-dana terkumpul ini tentunya tidak hanya dari Pimpinan Muhammadiyah saja, melainkan para simpatisan Muhammadiyah di berbagai akar rumput juga PRM dipenjuru daerah terkait, maka di tahun 2010 Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam Muktamar ke-46 mengamanatkan pembentukan Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting (LPCR), meskipun sesungguhnya tugas pembinaan Cabang dan Ranting adalah tugas yang melekat pada fungsi Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Daerah.

Pertanyaanya, “Sudahkah cabang dan ranting berkembang, sudahkah bertambah, bagaimana dengan cabang dan ranting ortom?”

Perkaderan Muhammadiyah Kota Kediri

Kota Kediri yang memiliki luas 67,2 Km, yang secara administratif memiliki 3 kecamatan: Pesantren, Kota dan Mojoroto. Dengan luas dan jumlah kecamatan yang sedikit di tambah lagi memiliki AUM yang relatif bisa dikatakan cukup besar menjadi peluang untuk mengembangkan cabang dan ranting. Bagaimana kemudian langkah yang bisa dilakukan untuk mengembangkan cabang dan ranting maka kuncinya tidak jauh dari konteks dan praktek perkaderan yang serius.
Bagaimana ke 4 pilar perkaderan ini bisa dijalankan dengan optimal dan maksimal, tentunya ini memerlukan konsistensi dari Muhammadiyah dan Aisyiyah serta tak lupa bersinergi dengan semua lini Ortom demi Muhammadiyah Kota Kediri yang lebih baik lagi.

“Tahukah kamu orang yang mendustakan Muhammadiyah? Yaitu orang yang menghardik Angkatan Muda Muhammadiyah, menggerogoti amal usaha Muhammadiyah, serta tidak peduli perkara keumatan, kebangsaan dan kemanusiaan”

Nur Aini Azizah
Wakil Ketua PDNA Kota Kediri 2016-2022
Anggota Departemen Perkaderan PWNA Jatim 2023-2027

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button *