Opini

FIGUR ULAMA’ KETUA BARU PDM KOTA KEDIRI

Wajah Baru Tradisi Keagamaan Warga Muhammadiyah

“Kerikil Yang Mengganjal”

Musyda 7 Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Kediri telah usai dilaksanakan. Telah terpilih 12 nama pimpinan yang akan segera ditetapkan sebagai PDM Periode 2022-2027.

Ke-12 formatur dengan didampingi PDM dan PWM telah mengamanahkan jabatan ketua pada peraih dua kali suara terbanyak Musyda lalu dan sekarang yakni KH. Achmad Khoiruddin, M. Pd. I. Sosok ulama bersahaja yang dimiliki tidak hanya warga Muhammadiyah namun juga Kediri Raya. Dulu beliau menolak menjadi Ketua dan sekarang amanah tersebut tak dapat ditolak lagi untuk kedua kalinya.

Tentu dengan terpilihnya figur ulama ini menjadi harapan baru bagi warga persyarikatan akan peningkatan kualitas keagamaan warga Muhammadiyah, meski program kerja telah disepakati mencakup berbagai macam bidang namun dengan dinahkodai oleh seorang ulama, sektor keagamaan bisa menjadi prioritas unggulan yang akan dikerjakan. Tanpa ada maksud memvonis bahwa PDM sebelumnya tidak seru dalam bidang ini. Namun lebih khususnya penulis ingin menekankan ulasan ini dalam hal penguatan pembelajaran Al Quran khususnya bagi sekolah-sekolah dan TPQ-TPQ Muhammadiyyah.

Sebagai seorang guru ngaji kampung dan pernah diamanahi memimpin forum komunikasi Guru Al-Quran di Kota Kediri, penulis melihat bahwa pengajaran al-Quran sebagai salah satu dasar pengajaran agama islam di lingkungan warga Muhammadiyah sangatlah kurang. Secara kuantitas dapat dilihat dari sedikitnya anak-anak yang mengaji di TPQ-TPQ kita. Secara kualitas di sekolah-sekolah Muhammadiyah kemampuan membaca Al-Quran masih belum memenuhi standar minimal yang diharapkan. Padahal, al-Quran adalah modal untuk mempelajari lebih dalam khazanah ilmu-ilmu keislaman lainnya.

Sebagai bukti, penulis pernah diminta mengisi kegiatan Tahsin Al-Quran untuk 300 an siswa SMP Muhammadiyah 2 yang waktunya hanya tiga kali dalam bulan Ramadhan. Praktis pertemuan satu jam dengan satu kali tatap muka menghadapi ratusan murid kegiatan itu bukanlah Tahsin melainkan hanya sebagai ta’aruf pada bacaan al-Quran yang tartil. Betul bahwa di lembaga tersebut telah ada beberapa anak yang berhasil menghafal Al-Quran, namun kemampuan membaca ini hendaknya menjadi kemampuan grassroot seluruh murid sekolah-sekolah di bawah naungan persyarikatan. Mulai dari TK ABA, SD, SMP hingga SMK-SMA Muhammadiyah.
Secara teknis melalui Majelis Dikdasmen, KH. Achmad Khoiruddin harus memberi penekanan pada kepala sekolah untuk memiliki satu program khusus yang bisa memberantas buta Al Quran pada murid-murid kita. Kita sibuk mendakwahi orang yang belum berada di dalam naungan kita, sementara anak-anak yang sudah nyata-nyata menjadi murid Perguruan Muhammadiyah kita biarkan begitu saja. Penulis memahami bahwa untuk keberhasilan suatu program diperlukan sumber pendanaan yang memadai, maka dengan semakin melimpahnya dana dakwah yang dimiliki oleh PDM dengan alokasi yang mencukupi PDM harus mengkongkritkan pemberantasan buta Al-Quran di kalangan murid-murid perguruan Muhammadiyah. Para kepala sekolah bisa belajar pada lembaga-lembaga lain yang telah berhasil melaksanakan program ini. Satu kalimat yang pernah saya kutip dari guru kami dan ini benar benar terjadi “Jika anak lulus SD sudah tidak mampu membaca Al-Quran, maka sampai tua bahkan sampai mati mereka tidak akan bisa membaca surat cinta dari Tuhannya itu”

Kiranya kalimat itu jangan terjadi pada anak-anak yang kelak akan bersatatus sebagai alumni perguruan Muhammadiyah.

Gunardi el Banjary
Ketua Majelis Tabligh PDM Kota Kediri 2021-2022.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button *