Opini

Koneksi Antar Materi Modul 1.4 Budaya Positif

Nico Perlambang Agung
CGP Angkatan 11 Kabupaten Pacitan Jawa Timur
SMAN 1 Tegalombo


Mengikuti kegiatan Guru Penggerak menambah luas paradigma berfikir saya dan menghapus keyakinan saya terdahulu bahwa ini Pendidikan Guru Penggerak hanyalah kegiatan formalitas Pemerintah belaka. Selama mengikuti kegiatan ini muncul optimisme besar bahwa pendidikan Indonesia akan semakin cerah ke depannya. Hal ini penulis yakini karena selama mengikuti Pendidikan Guru Penggerak (PGP) benar-benar terasa vibes positif yang memberikan spirit untuk maju dan menggerakkan.

Semangat itu langsung terasa pada modul pertama yang memberikan pemahaman perihal konsep pendidikan dan pengajaran menurut Ki Hajar Dewantara (KHD). Filosofi pendidikan beliau yang digali oleh tim perumus materi benar-benar relevan dan memang harus diteladani oleh semua pendidik untuk diterapkan dalam pembelajaran sehari-hari. Melalui materi ini saya juga semakin sadar bahwa kehadiran guru mutlak dperlukan untuk menuntun segala kodrat yang ada pada anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Semua anak memiliki keunikannya masing-masing, kita harus dapat mengakomodir kebutuhan belajar anak sehingga dapat menuntunnya dan menciptakan pembelajaran yang lebih bermakna. Slogan KHD yaitu Ing Ngarso Sung Ing Ngarso Sung Tulodho (Guru harus memberikan contoh yang baik), Ing Madyo Mangun Karso (Guru harus memberikan semangat pada murid), Tut Wuri Handayani (Guru harus memberikan dorongan/menjadikan murid mandiri) memberi semangat untuk menyelenggarakan pendidikan yang berpihak kepada anak.

Ruang berfikir saya semakin tercerahkan ketika menginjak materi Nilai dan Peran Guru Penggerak yang memberikan kesadaran bahwa betapa banyak nilai-nilai Guru Penggerak (GP) yang harus saya latih dan perkuat. Peran-peran GP pun harus saya isi karena menjadi guru sejatinya harus selalu dan terus-menerus belajar demi memberikan manfaat kepada sesama. Kita tidak bisa hanya puas memiliki satu atau dua nilai dan peran GP saja. Nilai Mandiri, Reflektif, Kolaboratif, Inovatif, serta Berpihak pada Peserta Didik mutlak untuk kita tumbuh dan lestarikan dalam diri seorang GP. Lima nilai ini akan saling mendukung satu dengan lainnya yang tentu akan menjadi pedoman berperilaku seorang GP demi mewujudkan Profil Pelajar Pancasila.

Pengalaman mempelajari modul ini juga membuat saya termotivasi untuk melakukan aksi perubahan serta mengambil tanggung jawab untuk memperkuat peran-peran GP seperti Menjadi Pemimpin Pembelajaran, Menggerakkan Komunitas Praktisi, Menjadi Coach Bagi Guru Lain, Mendorong Kolaborasi Antar Guru dan Mewujudkan Kepemimpinan Peserta Didik. Selama ini mungkin hanya dua atau tiga peran yang saya jalankan. Namun setelah mengikuti PGP saya berkomitmen untuk mau melaksanakan peran-peran ini.

Kendala saya alami ketika menginjak materi Visi Guru Penggerak. Modul ini merupakan sebuah langkah penting bagi para calon Guru Penggerak (CGP) untuk menggali nilai-nilai diri, merumuskan visi pribadi mengenai murid dan sekolah impian, serta menyusun rencana aksi nyata untuk mewujudkan visinya tersebut. Bagi saya materi ini cukup sulit karena menuntut refleksi diri yang mendalam, eksplorasi praktik-praktik terbaik dan kolaborasi erat dengan sesama CGP. Materi ini membuat saya semakin respek dan hormat kepada para pendahulu yang telah merumuskan Visi dan Misi sekolah. Membuat visi ternyata tidaklah semudah yang saya kira. Perlu perenungan dan perdebatan panjang untuk merumuskan visi demi impian dan target sekolah. Mempelajari kanvas perubahan dengan kerangka BAGJA juga memberikan tambahan ilmu bagi saya. Antusiasme jelas terlihat ketika saya mempelajari kerangka BAGJA karena ini merupakan sesuatu yang baru dan cukup lama saya pelajari. Refleksi saya lakukan untuk mengenali nilai-nilai diri, mengeksplorasi pengalaman hidup, prinsip-prinsip yang saya pegang teguh, dan aspirasi untuk masa depan pendidikan. Dengan semangat dan komitmen yang juat, kami sebagai CGP bertekad untuk menjadi agen perubahan dalam dunia pendidikan, mewujudkan sekolah-sekolah yang mencetak murid-murid yang cerdas, berkarakter, dan tangguh menghadapi tantangan global.

Menginjak materi terakhir yaitu Budaya Positif dalam modul 1 ini semakin menguras fikiran dan memperkuat energi untuk mempelajarinya. Begitu banyak hal yang saya pelajari mulai dari Disiplin Positif, Teori Kontrol, Teori Motivasi, Hukuman dan Penghargaan, Posisi Kontrol Guru, Kebutuhan Dasar Manusia, Keyakinan Kelas, dan Segitiga Restitusi. Materi ini semakin memahamkan saya sebagai seorang pendidik. Hal yang menarik bagi saya adalah hukuman dan penghargaan. Ketika saya memberikan penghargaan bagi salah satu murid maka murid lainnya akan bersemangat dan termotivasi untuk menjadi seperti teman yang mendapat penghargaan tersebut. Ternyata ini salah, sebenarnya di saat itu juga saya sudah menghukum murid. Bisa saja di saat mendapat penghargaan, murid tersebut akan dijauhi oleh teman-temannya. Maka memperkuat posisi kontrol menjadi sesuatu yang penting bagi saya, termasuk bagaimana kebutuhan dasar manusia. Bahwa masalah yang terjadi pada siswa, dapat disebabkan karena tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya. Inilah yang menjadi menarik walaupun semua materi sebenarnya sangatlah penting untuk dipelajari.

Melalui materi ini saya juga mencoba untuk berubah dari posisi kontrol penghukum, pembuat rasa bersalah, teman, dan pemantau menuju pada posisi manajer. Ketika dihadapkan pada permasalahan siswa, saya belajar untuk tidak gegabah dan menyelesaikannya dengan tahapan segitiga restitusi. Adapun pengalaman yang pernah saya alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam modul budaya positif di lingkup kelas adalah membuat kontrak belajar sebelum memulai pelajaran. Sebenarnya saya sempat ragu apakah langkah saya tersebut akan berjalan baik dan efektif, namun memang memulai hal yang positif harus disegerakan dan ini juga sejatinya melatih diri juga sebagai seorang pendidik. Saya bersyukur langkah tersebut diapresiasi walau memang harus dikemas dengan lebih menarik. Hal ini tentu saya evaluasi dan semakin mendapat pengalaman menarik perihal kesepakatan kelas di kegiatan Lokakarya GP.

Sebelum mempelajari modul ini saya menempatkan diri sebagai teman, pemantau dan pembuat rasa bersalah. Berada pada posisi teman saya anggap sebagai opsi yang terbaik dan ternyata tidak. Maka menjadi posisi menjadi manajer saya pilih dan pelajari untuk selalu melibatkan murid dalam proses penyelesaian masalah, mempersilahkan murid mempertanggungjawabkan perilakunya serta mendukung murid menemukan solusi atas permasalahannya. Setelah mencoba menerapkan posisi ini, saya menyadari bahwa komunikasi dua arah sangatlah penting. Lebih komunikatif secara hangat dan terbuka kepada murid membuat saya sadar bahwa melibatkan murid dalam menyelesaikan masalah akan membuat saya maupun murid tidak ada yang merasa bersalah atau tertekan.

Adapun perihal segitiga restitusi sebenarnya sudah saya terapkan walaupun tidak sepenuhnya dan terkadang berbeda urut-urutannya. Inilah kemudian menjadi penting untuk mempelajari teori-teori di modul ini karena kita juga diajak untuk terampil mempraktikkan budaya positif di sekolah. Selain itu yang menjadi penting bagi saya adalah bagaimana proses kolaboratif antara pihak sekolah, orang tua serta masyarakat di sekitar sekolah untuk bersinergi membangunj budaya positif sehingga tidak hanya habis di sekolah, namun juga di sekitar sekolah serta dilanjutkan oleh orang tua di lingkungan keluarga.

Modul 1 ini menjadi fundamental bagi kita untuk menjadi pendidik yang bergerak, tangguh, menuntun murid untuk mencapai tujuannya serta memiliki bekal yang kuat untuk membangun sekolah impian di mana setiap murid dapat belajar, tumbuh, dan berkembang dengan optimal. Besar harapan kita semua bahwa sekolah kita bertransformasi menjadi tempat yang aman, menyenangkan, dan berpihak pada murid.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button *